10/31/2009

LIMA ALTERNATIF TUHAN

sesungguhnya Aku adalah Allah . Tiada tuhan selainKu maka sembahlah Aku...."( terjemah QS 20: 14)
Al- Qur'an telah menjelaskan sejarah dan inti keimanan dan peribadatan manusia sejak Adam As hingga akhir zaman. Keimanan dan peribadatan tersebut dimaksud di golongkan kedalam dua faham ke agamaan. yaitu faham tauhid dan faham syirik, dilengkapi dengan alasan alasan , maksud-maksud, dan tujuan-tujuannya masing-masing. Menurut Al-Qur'an alasan-alasan kaum penganut faham syirik adalah: tradisi turun-temurun, pendapat pribadi, atau ajaran orang lain yang diikuti karena keahlian, kehebatan, kesaktian,atau kesuciannya.

Meski ada perbedaan mendasar antara penganut tauhid dan penganut syirik, tapi secara manusiawi maksud yang terkandung dalam keimanan dan ibadah kedua pihak ini relatif sama, yaitu membuktikan kehambaan dirinya di hadapan tuhan yang diyakini dan di sembahnya itu.

Mengimani Tuhan tertentu, berarti memilih tempat tunduk dan patuh sepenuhnya. Ketundukan dan Kepatuhan dilahirkan dalam bentuk penyembahan . Penyembahan berisikan rasa takluk dan rasa ketergantungan , kerendahan martabat, dan harapan-harapan. Tujuan akhir penyembahan itu menyelamatkan, membahagiakan, dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup sekarang dan masa yang akan datang.

Walaupun semula peribadatannya itu dimaksud untuk menyenangkan Tuhannya, tapi akhirnya ternyata kepentingan si penyembahlah yang paling utama. seolah-olah si penyembah berkata" Ya Tuhan aku MenyembahMu, maka selamatkan dan bahagiakan daku, penuhilah semua kebutuhan hidupku Ya Tuhanku aku bertuhan kepadaMu, Maka berbuatlah sesuai harapanku, janganlah engkau mengecewakan aku'.
Dari itu dapat di pahami bahwa,manusia di muka bumi ini merupakan pusat berbagai keinginan dan harapan dimana Tuhan dan alam di anggap saling berkewajiban memenuhinya, itulah manusiawinya dan begitulah Qodarnya. Tak ada perbedaan pendapat dan perdebatan mengenai kenyataan ini.

Akan tetapi Ketika mengkaji dan memahami diri Tuhan yang di sembah oleh masing-masing terjadilah perbedaan dan perdebatan berkepanjangan: apakah benar Tuhannya itu merupakan pemberi rezeki, maha Penyelamat, maha pembahagia, Maha pengasih Dst ataukah tidak?, Logiskan seorang penyembah mengajukan berbagai permohonan kepada suatu Tuhan yang hanya bisa menerima dan mendengar harapan hambanya, tapi tak kuasa untuk memenuhinya, dan tak mengetahui secara rinci isi harapan-harapan di maksud? bisakah diterima akal kalau Tuhan tersebut hanya Kuasa, Mengetahui, esa Dst. tapi dia Buta, Tuli, bodoh dan lemah di hadapan hamba-hambanya? benarkah Tuhan dimaksud bersifat serba Maha, tapi tidak hidup alias mati?.

Banyak sekali segi-segi yang menjadi bahan pemikiran dan perdebatan bekenaan dengan diri Tuhan-tuhan itu. Akibatnya timbul bermacam-macam kesimpulan. berbagai akidah, berbagai dugaan, dan tentu saja berbagai Tuhan, maka mereka pun menyembah dan beribadah kepada tuhannya masing-masing.

Allah SWT

Meski banyak manusia tidak mau mempertuhankanNya dan kufur kepadaNya namun Allh SWT tidak terganggu sedikit pun. Allah telah menyatakan diriNya pencipta segala makhluk yang sudah diciptakannya ( Maakaana) dan sebagai pencipta apa-apa yang akan diciptakanNya ( maa yakuunu). Penyebahan manusia kepadaNya tidak lah menyebabkan dia memperoleh kelebihan apa-apa . sebaliknya ketidak-sudian manusia terhadap ketuhananNya pun tidak mengakibatkan kekuranga apa-apa padaNya.

Allah adalah Tuhan yang maha mengetahui segala sesuatu yang ada, dan maha mengetahui segala sesuatu yang dianggap tiada oleh Manusia. Dia maha mengetahui Kebodohan hamba-hambanNya yang bodoh. dia maha mengetahui kepintaran-kepintaran Hamba-hambaNya yang pintar. Begitulah seterusnya . Allah SWT memerintahkan segenap manusia agar menuhankan dan beribadah kepdaNya semata-mata. untuk ini ia ia berfirman:

Wahai Manusia! sembahlah Tuhan kamu ( Allah) yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu ( terj. QS 2:21)

Setiap manusia diperintahkan Allah menyembah KepadaNya. Bukan karena apa-apa , melainkan Karena Allah itulah Tuhan manusia yang sesungguhnya, dan karena setiap manusia pasti akhirnya kembali jua KepadaNya. perintah agar manusia menyembah Allah di amanatkanNya pula kepada para Rosul dan Nabi. Rosulullah Hud, Saleh, Syuaib dan lain lain mendapat perintah agar menyeru manusia menyembah Allah dan jangan sampai menyembah tuhan-tuhan yang tidak sesungguhnya.

Jadi perbedan tuhan Allah dengan tuhan-tuhan Lain, terutama sekali terletak pada adanya perintah menyembah diriNya dan adanya Larangan menyembah selainNya. Allah SWT aktif memberikan perintah dan memberikan Larangan

JIN

Di alam Akhirat nanti Allah SWT akan menanyai para malaikatnya " apakah ada diantaranya .golongan manusia di mahsyar ini menyembah kalian ,wahai malaikat? para malaikat menjawab:

"mereka itu ( malaikat ) menjawab Maha Suci engkau , Engkaulah pelindung kami dan bukan mereka, sebenarnya mereka itu ( manusia) telah menyembah jin . banyak diantaranya yang beriman kepada Jin-jin itu". Terj. QS 6: 100.

Data tentang golongan Jin ini dapat di baca dalam Al- Qur'an surat al- Jin, al-Hijr ayat 27, ar-Rahman ayat 15, al- An'am ayat 100 Dll.

Dalam surat al- Jin diterangkan bahwa bangsa jin terdiri dua golongan , yaitu Jin kafir dan jin beriman kepada Al- Qur'an dan Rosulullah Muhammad Saw. yang beriman di sebut Jin Solihun , sedang yang kafir di sebut Qositun . Sebelum rosulullah Saw di utus sebagai Rosul Jin-jin itu bisa naik kelangit dan duduk-duduk disana untuk mendengar cerita dari penghuni langit. tapi hal itu terhenti sejak Nabi Muhammad diutus sebagai Rosul . Jin-jin itu di ciptakan Allah dari panasnya api.

Meskipun tegas sekali bahwa bangsa jin adalah ciptaan Allah , Tapi ternyata ada juga manusia yang mempertuhakan salah satu jin-jin itu. Mula-mula ia Berteman dengan jin, kemudian minta bantuan jin untuk keperluan tertentu agar gampang memperolehnya , selanjutnya ia terikat kepada jin di maksud, lalu menganggapnya setaraf dengan Allah.

dan Mereka itu, orang-orang Musyrik, menjadian jin sebagai sekutu Allah , padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin tu ... terjemah QS 6: 100.

mengherankan memang. Para jin tak pernah mengaku sebagai tuhan yang musti disembah, tidak perah memerintahkan Manusia menyembah kepadaya, dan tidak pernah pula melarang, orang mempertuhakan tuhan-tuhan yang lain. Tapi masih juga ada manusia mau mempertuhankan-nya.

Syaithon

Menyembah syaithon berarti mengikuti, menyukai dan menjadikanya sebagi teman, Penyembahan Kepada syaithon lebih berdasar da bermotifkan kesenangan kepada bujuk rayunya ketimbang berdasar rasa takut dan tunduk kepadanya. Syaithan dan Iblis adalah sama. Sebab keduanya merupakan musuh besar manusia. Iblis berasal dari golongan Jin Kafir, sedangka syaithan adalah keturunan Iblis ( lihat Al- Qur'an surat 18: 50).

Syaithan itu telah dicap Allah dengan beberapa cap: ar-rajiim ( terkutuk) kafuur( sangat kafir) 'aashi( pembangkang) . mariid( sangat jahat) ini secara vertikal. terhadap manusia( horizontal) telah dijelaskan oeh al-Quran bahwa syaithan itu musuh besar , tidak sudi menolong ( khadzul) dan selalu menggoda dari jarak dekat ( goriin) Mereka mempunya program kerja ( khutuwaat) guna menggoda dan menyesatkan umat manusia di dunia kini dan memerosokkan mereka kedalam neraka di akhirat nanti. Sungguhpun begitu, ternyata banyak sekali manusia yang mempertuhankan syaithan.

Thaghut.

Dalam al-Qur'an dijumpai 8 buah kata thaghut. dari tujuh riwayat ( hadits) dapat di simpulkan bahwa arti istilah Thaghut ialah manusia- Iblis atau manusia -jin yang memanfaatkan kehebatanya untuk menyesatkan orang dari jalan Allah, seraya membela orang-orang kafir dan musyrik. Dia menaklukan orang lain dengan kekuatan syaithan atau jin yang telah menguasai dirinya . Orang yang demikian adalah Thoghut, apapun jabatan dan kedudukannya di dalam masyarakat.

Jadi Tuhan thogut adalah manusia juga. Ia di pertuhankan karena kehebatan dan kesaktian yang di jadikannya modal dasar untuk menguasai dan memperbudak orang lain.

Ashnam dan Awtsan

Ashnam adalah patung-patung yang terbuat dari kayu dan batu , terlepas apakah berupa gambar hewan, manusia atau lainnya. Sedangkan Awtsan adalah patung patung yang terbuat dari bahan yang di masak dan di cairlah lebih dahulu, seperti tembaga, emas , perak, timah, Dll.

Patung-patung ini di sembah -sujudi karena dioduga di dalamnya terdapat kekuatan ghaib atau terdapat " tuhan" Penyembahan kepadanya di dasarkankan atas hasrat untuk mendapatkan manfaat dan pertolongan . Para penyembah ashnam dan awtsan umumnya mengatakan ada kekuatsn ghaib dalam patung-patung itu yang dapat mengabulkan pinta mereka. Meski patung-patung itu tergantung sepenuhnya kepada manusia penyembahnya meski tak dapat bergerak dan berpindah tempat sendiri. tanpa digerakan atau di pindahkan oleh si penyembahnya, tapi masih juda di anggap Tuhan.

Astaghfirullaah, na'uudzu billahi min dzaalik

Itulah lima alternatif Tuhan yang masih dan akan terus di pertuhankan dan di sembah-sujudi oleh manusia. Islam memerintahkan orang menyembah dan mempertuhankan Allah Swt yang telah menyatkan: bahwa tuhan-tuhan selainNya adalah ciptaanNya. Ciptaan atau makhluk pastilah bukan pencipta. yang bukan pencipta, Pastilah bukan tuhan yang Sebenarnya.

HM Nabhan Husein (buku :Reformasi Iman)

10/30/2009

TAQDIR MENURUT AL-QUR'AN

" Dan Dia( Allah) telah menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan di tetapkan-Nya manzilah-manzilah bulan agar kamu tahu bilangan tahun dan perhitungan (bulan). Tidaklah Allah Mencipta yang demikian , melainkan dengan hak.Dia menjelaskan Tanda-tanda kepada kaum yang mau mengetahui.( terj Q.S. 10:5)
Pada ayat ini kita dapati kata Qoddara yang di terjemahkan ' menetapkan' yakni menetapkan lingkar peredaran bulan dan stasiun-stasiunnya mengelilingi bumi qoddara-yaqaddiru-taqdir
Dalam Qur'an ada 13 buah kata qoddara dan 5 buah kata taqdir( taqdir-menurut ejaan Indonesia) termaktub pada surat al -Furqon ayat 2, al-Insan ayat 16, al-An'am ayat 96, Yasin ayat 38, dan surat Fushilat ayat 12.
Empat dari lima ayat tersebut menegaskan bahwa taqdir ialah ketetapan-ketetapan Allah yang pasti berlaku pada seluruh dan setiap mahluk.

Makanya pemahaman Taqdir itu tidak boleh di batasi sebagai berkenaan dengan manusia saja. Sebab manusia hanyalah bagian kecil dari alam raya ciptaan Allah. sedangkan taqdir justru berkenaan dengan langit, bumi, matahari, bulan, dan tiap-tiap makhluk. Manusia terdiri dari unsur-unsur fisik jasad/materi, hayat/nyawa, dan ruh. Maka pada setiap unsur itu berlaku taqdir-taqdir. pada unsur air yang ada pada jasad manusia berlaku takdir-taqdir Allah mengenai air. Pada unsur tanah yang menjadi jasad kita berlaku taqdir-taqdir Allah mengenai tanah. Pada unsur ruh pun berlaku taqdir-taqdir.
Putaran matahari pada porosnya itu adalah taqdir. Silih berganti malam dan siang adalah taqdir. Langit dan tujuh lapisnya itu juga taqdir. adanya dan beredarnya bintang-bintang itu juga taqdir. bahkan pada sebutir pasirpun pasti ada dan berlaku taqdir-taqdir Allah.

Takdir-takdir yang berlaku pada tiap sesuatu tidak dapat di ubah , tidak dapat di hapuskan, dan tidak dapat di batalkan oleh makhluk apapun. Malaikat. Jin, Iblis dan juga manusia tidak ada yang dapat membatalkan, atau tidak memberlakukan takdir-takdir itu sedetikpun, dengan cara dan kekuatan apapun . Setiap makhluk tidak dapat menolak takdr-takdir yang telah di tetapkan Allah. Doa dan Sodaqoh juga tidak dapat membatalkan atau menolak takdir-takdir. Berdoa agar tujuh lapis langit itu di ubah, misalnya, bukan saja tidak benar dan tidak di kabulkan, tapi juga menentang takdir yang telah ditetapkan untuk langit. Begitu juga ber do'a agar takdir matahari berputar itu di ubah menjadi tidak berputar, merupakan do'a yang tidak benar dan tidak di kabulkan . Do'a seperti yang di contohkan ini sama artinya dengan mohon Allah mengiamatkan alam raya ini untuk selanjutnya di tetapkan takdir-takdir yang baru.

Penyempitan dan kesalahan fatal dalam pemahaman taqdir karena hanya di kaitkan dengan kehidupan manusia sering di bela dengan alasan yang se olah-olah benar, padahal hanya sepele dan sembarangan. Akibatnya bertumpuk dua kesalahaan. Kemahakuasaan Allah untuk berbuat sekehendaknya atau untuk memberi keistimewaan kepada orang-orang tertentu di jadikan alasan untuk berdoa boleh memohon hal-hal diluar takdir. dengan dalih kemahakuasaan Allah. Maka segala macam doa boleh di mohonkan, termasuk meminta sesuatu yang luar biasa, dikabulkan atau tidak itu terserah kepada Allah, katanya.

Dalih demikian acap kali terdengar . Tetapi ketidak benarannya dapat di lihat melalui kritik berikut ini:
1.Doa agar Allah merubah alam semesta yang berarti pula merubah takdir-takdir yang telahditetapkan, jelas merupakan doa yang tidak diajarkan dalam Islam, di samping tidak di kabulkan. Bukankah doa-doa yang termaktub dalm al-Qur'an dan hadits-hadits tidak ada yang begitu.

2.Takdir-takdir bagi setiap makhluk yang telah di tetapkan Allah sejak saat penciptaan hanya akan mengalami perubahan melalui peristiwa kiamat , dimana bumi dan langit dengan segala isinya di ganti Allah dengan bumi dan langit baru, sebagai mana dinyatakan Qur'an: " yaitu pada hari di gantinya bumi ini dengan bumi lain dan demikian pula langit" terjemah QS 14: 48

3.Ruang lingkup objek doa hanyalah bekenaan dengan segala sesuatu yang masuk dalam lingkup Qodho dan Qodar saja. Tidak mencakup hal-hal yang berkenaan dengan Taqdir. Apa-apa yang bersifat Taqdiriyah merupakan hal yang di luar jangkauan do'a manusia maupun makhluk-makhluk tak kasat mata seperti, Malaikat , Jin dan Iblis. Iblis sekalipun tidak pernah mohon agar di adakan perubahan takdir-takdir. ia hanya mohon di panjangkan umur hingga alam semesta di kiamatkan, supaya punya waktu dan kesempatan yang sangat luas untuk menggoda dan menyesatkan manusia.

4.Kehendak dan kekuasaan Allah tak terbatas. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu yang sudah kita ketahui (ma'luumaat) dan belum kita ketahui (majhuulaat) Juga meliputi segala sesuatu yang belum ia ciptakan lengkap dengan takdir-takdirnya, dan segala sesuatu yang belum ia ciptakan dan belum di tetapkan takdir-takdirnya. Allah sedikitpun tidak tergantung kepada kehendak, keinginan, dan doa-doa manusia atau makhluk-makhluk lainnya.

Penciptaan dan Pentakdiran
Ayat-ayat Qur'an sering menyebut " Penciptaan " ( al-khalqu) bersamaan dengan menyebut" Pentakdiran" ( at-taqdir). Ini menunjukan penciptaan sesuatu tidaklah terpisah dari penetapan takdir-takdirnya, Tiap - tiap Allah Mencipta, berarti ia Mentakdirkan pada waktu yang sama.
salah satu Kemukjijatan al-Qur'an ialah penggunaan kata-kata secara tepat dan sangat cermat. Kata Taqdir di pergunakan dalam konteks yang berbeda dengan pengguanaan kata Qodho dan Qodar.

H.M. Nabhan Husein (buku : Reformasi rukun Iman)

10/27/2009

TITIK TOLAK MENGENAL ALLAH

Hampir semua orang Islam Indonesia mengenali Allah (ma’rifatullah) lewat rumusan teologi Asy’ariyah dengan sifat 20-nya, yaitu wujud, qidam, baqa’, mukhalafuthu lil hawadits, qiyamuhu binafsihi, wahdaniyat, qudrat, irodat, ilmu,hayat,sama’,bashar, kalam dan seterusnya. Ini disebabkan oleh buku-buku akidah yang dipelajari di sekolah, madrasah dan forum-forum pengajaran lainnya, memang mengajarkan demikian. Di pesantren-pesantren pun sama, meski buku-bukunya berbahasa Arab, seperti buku Tijan ad-Darari, Kifayatul Awam, Ummul Barahin dan lain-lain. Buku-buku akidah berbahasa Indonesia ditulis berdasarkan buku-buku berbahasa Arab dimaksud. Maka isinya tentu sama. Akidah sifat 20 ini sudah ada dan sudah dianut umat Islam sejak lama sekali, setidaknya sejak diajarkan oleh Abu Hasan Asy’ari 1.100 tahun silam di Bashrah Irak. Abu Hasan Asy’ari sendiri adalah seorang ulama ilmu kalam. Beliau adalah Ali bin Ismail bin Abu Basyar al-Asy’ari, lahir tahun 260 H dan wafat tahun 324 H. Hingga berumur 40 tahun beliau menganut teologi Mu’tazilah yang dikomandani Ali al-Jubba’I (235-307 H), ayah tiri Abu Hasan Asy’ari dan menjadi tokoh besar sepeninggal al-Jubba’i. Pada usia 40 tahun itu Abu Hasan Asy’ari menyatakan keluar dari mazhab Mu’tazilah, lalu menyusun dan mengajarkan teologinya sendiri, teologi Asy’ariyah.

Akidah ketuhanan Mu’tazilah bertumpu pada 5 dasar/ushuluddin/rukun iman yaitu Tauhid, Keadilan Tuhan, Wa’ad Wa’id, Manzilah bainal manzilatain dan amar ma’ruf nahyi munkar. Rukun Iman versi Mu’tazilah serta penjabarannya itulah yang kemudian ditolak Abu Hasan Asy’ari. Konon Abu Hasan Asy’ari hendak kembali kepada Al Qur’an dan Hadits saja sebagaimana dianut oleh para Ulama Sunnah. Tetapi kemudian beliau merumuskan akidah sifat 20, hal mana ditentang oleh ulama-ulama Tafsir dan Hadits masa itu dan masa-masa berikutnya. Tiga-empat tahun diakhir hayatnya, Abu Hasan Asy’ari mengoreksi kembali teologi sifat 20-nya itu, lalu menyatakan ikut sepenuhnya kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul, tobatnya yang terakhir ini dibuktikan dengan dikarangnya buku al-Ibanah’an Ushul ad-Dinayah.
Kalau Abu Hasan Asy’ari telah rujuk kepada al-qur’an dan Hadits dan telah mengoreksi akidah sifat 20, maka umat Islam penganut teologi asy’ariyah pun seharusnya ikut sikap dan pilihan beliau itu tanpa perlu bersikukuh dan fanatic buta. Kembali kepada akidah yang diajarkan al-Qur’an dan Hadits adalah wajib hukumnya. Ini pasti dan tak terbantahkan. Tapi bagaimana caranya ? berikut jawaban pertanyaan ini.

Tiga Pilihan Qur’ani
Surat pertama diturunkan ialah al-Alaq. Ayat pertama diturunkan ialah lima ayat awal surat al-Alaq itu. Dari sinilah Allah memulai pewahyuan dan pengajaran agama Islam. Dari sinilah pula kita mesti memulai kajian dan pedalaman akidah Islami. “Bacalah nama Tuhanmu yang telah mencipta. Menciptakan manusia dari fase ‘alaqah. Bacalah itu, dan Tuhanmu adalah Maha Pemberi, yang telah mengajari (manusia) lewat qolam ; mengajari manusia apa yang belum ia ketahui. Tuhan ialah Pencipta (al-Kholiq), Tuhan ialah Maha Pemberi (al-Akrom/al-Karim) Tuhan ialah Maha Mengetahi (al-‘Alim/al-Allaam). Akhir surat al-Alaq memerintahkan agar Nabi Saw dan kita semua sujud dan mendekatkan diri kepada al-Kholiq, al-Akram/al-Karim,al-alim/al-Allaam itu lain tidak.

Jadi pilihan pertama ialah menyusun akidah, mengenal dan mengimani Tuhan sebagai al-Kholiq/al-Khollaq (Maha Pencipta), al-Akram/al-Karim (Maha Pemberi),al-alim/al-Allaam (Maha Mengetahui). Ketiga asma al-husna ini diuraikan oleh ayat-ayat dalam surat-surat lain yang turun kemudian Al-Kholiq/al-Khollaq dijabarkan oleh ayat-ayat yang mengandung kata : kholaqo (79 buah), kholaqtu (4 buah), Kholaqta (7 buah), kholaqna (41 Buah), ; yakhluqu (12 buah), kholiq (8 buah), khollaq (2 buah). Totalnya 153, menjelaskan apa-apa yang telah diciptakan, sedang diciptakan dan akan/terus diciptakan. Al –Akrom/al-Karim dijabarkan oleh ayat 40 surat 27, ayat 49 surat 44, ayat 6 surat 82 dan ayat 3 surat 96.Al-Alim/al-Allaam dijabarkan oleh ayat-ayat antara lain : surat 2 ayat 30, 33, 77: surat 5 ayat 97,98 surat 6 ayat 3 , 59 dan lain-lain.
Pilihan kedua ialah menyusun akidah mengenal dan mengimani Tuhan menurut dan mulai dari al-Fatihah, sebagai surat pertama dalam mushaf, dan surat yang turun urutan ke 5 menurut kronologi turun. Maka Tuhan ialah Allah, tuhan semesta Alam (Rabbu’l-alamin), Maha Pengasih dan Penyayang (ar-Rahman, ar-Rahim) dan al-Malik. Dalam surat al Fatihah Allah menjelaskan bahwa Nabi Saw, kita kaum muslimin dan bahkan semua manusia seharusnya hanya menyembah kepada Allah Rabbu’l-alamin yang rahman dan rahim dan menguasai segala hukum serta kekuasaan.
Pilihan ketiga ialah mengkombinasikan dua surat tersebut (al-Alaq dan al-Fatihah). Dari kerangka diatas kita sudah dapat menyusun akidah ketuhanan yang sesuai dengan petunjuk langsung dari Allah itu sendiri. Tuhan yang sesungguhnya ialah Allah, Maha Pencipta, Maha Memberi, Maha Mengetahui, Maha Pengasih, Maha Penyayang dan Maha menguasai segala hukum dan segala kekuasaan. (Allahu’l- Kholiqu ‘l-Karimu ‘l-alimu’ r-Rahmanu ‘r-Rahimu ‘l-Maliku. Dialah Tuhan semesta alam (Rabbu’l-alamin), karena Dialah Pencipta semesta alam ini. Jadi kita mulai dari 7 asma’. Allah adalah lafzhu’l-Jalalah dan Isim A’zham dan 6 asma berikutnya adalah nama diri yang hakiki dan asasi.

Hikmah

Rasulullah Nabiyullah Muhammad Saw tidak banyak bicara soal akidah ketuhanan. Hal ini terbukti oleh sedikit atau sangat sedikitnya hadits-hadits yang mengurai dan menafsir asma’ al-husna. Beliau mengambil dan memegang teguh apa adanya penjelasan wahyu-wahyu yang turun berkenaan dengan akidah ketuhanan ini. Ketika menyabdakan hadits riwayat hasan mengenai firqah-firqah dunia-dimana Yahudi menjadi 71 firqah, Nasrani menjadi 72 firqah dan umat Islam pecah menjadi 73 sehingga berjumlah 216 firqah – baginda Nabi Saw menyatakan hanya satu yang selamat, yaitu man kaana ‘alaa mitsli maa ana’alaihi’l-yauma wa ash-habii, orang-orang yang menganuti agama Allah seperti Nabi dan para sahabatnya dewasa itu. Nabi dan para sahabatnya menerima sepenuhnya dan tunduk sepenuhnya kepada ayat-ayat Allah yang diturunkan sedikit demi sedikit kepada mereka dalam tempo 23 tahun.

Mengapa kita terbuai oleh pemikiran teologis para filsafat (filosof), mengapa kita harus terlena oleh pemikiran para ahli tasawuf (sufi), jika kita memang ber-uswah-hasanah dan berqadwah kepada Nabi Saw? Abu Bakar Shiddiq ra dan Ali ra telah memberikan contoh sikap dan kaidah dalam berketuhanan ini, persis mengikuti Nabi. Araftu robbii bi robbii, law laa rabbi maa ‘araftu robbii, tegasnya Aku kenal Tuhanku (melalui ayat-ayat) tuhanku sendiri. Kalau tidak melalui itu, tentulah aku tak kenal Tuhanku.
Filosof-folosof muslim seperti Ibnu Sina, al-Kindi, al-Farabi ; teolog-teolog muslim seperti Abu Ali al-Jubba’I, Abu Hasan Asy’ari, Abu Mansur al-Maturidi ; dan sufi-sufi seperti al-Hallaj, Abu Jazid al-Bisthami, Ibnu ‘Arabi dan Ibnu Sib’in, semua telah terpengaruhi oleh cara berfikir klasik (Yunani). Imam Abu Hamid al-Ghazali telah mencoba merekontruksi akidah dengan mebersihkan pengaruh tersebut, dilanjutkan Imam Ibnu Taymiah dan diformulasikan oleh Muhammad Iqbal. Mengapa kita-kita di zaman ini membekukan ide brilian ketiga ulama besar tersebut?

HM Nabhan Husein (Tafsir, Buletin Dakwah Edisi 7/I/23-10-2009).


10/22/2009

TAQWA

(Dari Potensi ke Aktualita, Dari Idealita ke Realita)

Ada 17 buah kata taqwa di dalam al Qur’an. Asal usulnya ialah dari kata waqaa-yaqii-wiqaayah/waqyan/waqan-waaq-qi, arti aslinya ialah memelihara, menyelamatkan, menghindarkan, menghalangi dari sesuatu bahaya. Berubah menjadi ittaqaa – yattaqii – ittiqaa’a/tauqiyan/taqwa-muttaqi-ittaqi, artinya takutilah, hindarkanlah. Ditinjau dari urutan turun surat-surat al qur’an, kata taqwa muncul pertama kalinya dalam surat al Muddatsir ayat 56, yakni dalam ungkapan ahlu’-taqwa. Kemudian muncul kedua kalinya pada surat as-Syams yang diperlawankan dengan kata fujur, (fa alhamahaa fujuurohaa wa taqwaahaa).

Potensi dan Aktualita
Ketika menafsirkan istilah taqwa dan fujur al –Alusi dalam Tafsir Ruhu’lMa’ani berkomentar :” potensi taqwa dan fujur diilhamkan Allah Swt setelah sempurna proses penciptaan bayi dalam rahim ibunya, yaitu setelah lengkap fisik, jasmaninya dan sempurna potensi-potensi rohaninya termasuk fikir. Potensi taqwa dan potensi fujur itu ialah hasrat untuk ta’at kepada Allah dan hasrat untuk maksiat”. Jadi sejak penciptaan dalam rahim ibu, pada diri kita telah terdapat dua potensi berlawanan yang menimbulkan suatu tegangan yang berlaku sepanjang umur (tegangan inheren yang konstan) antara dorongan dan hasrat untuk patuh dan untuk tidak patuh kepada Allah Swt.

Siapa yang menuntun dorongan dan hasrat untuk patuh kepada Allah itu?
Ya, yang menuntunnya Allah sendiri. Karena itu Allah menyebut dirinya sebagai ahlu’l taqwa (Pemilik tutunan taqwa)
Apa media penuntunan itu?
Banyak adanya. Pertama, daya-daya yang telah disusun diinherenkan (dipadukan dan dilekatkan) dalam diri anak manusia (media-media internal). Kedua, pengaruh lingkungan alamiah yang disebut di awal surat as-Syams itu sendiri. Sinar matahari yang menyinari bumi dari pagi hingga petang, sinar matahari yang dipantulkan bulan diwaktu malam, terangnya sinar matahari diterima bumi di waktu siang, gelapnya malam, peredaran benda-benda langit khususnya tata-surya, terhamparnya bumi, semuanya itu merupakan media-media untuk pemberian tuntunan (media-media eksternal). Ketiga wahyu-wahyu dalam kitab suci.

Allah Swt tidak menuntun potensi fujur hingga diaktualisasikan menjadi sikap durhaka kepada Allah. Media ketiga itu tidak menuntun orang untuk berlaku fujur. Sikap dan laku fujur disebabkan ketidak-sejalanan dan ketidak-singkronan antara media-media internal dengan media-media eksternal. Umpamanya, fikiran menganggap matahari sebagai tuhan itu juga tidak betul. Di sini muncul kesesatan dan kefujuran. Ambillah contoh-contoh lain yang sama.

Perintah Taqwa
Dalam al Qur’an ada 54 kali perintah taqwa, dalam ungkapan ittaqullah (takutlah kepada Allah). Jika potensi taqwa yang melekat pada diri tadi melemah atau membeku atau mati karena tertutup oleh ketidak-mengertian atau salah anggapan akan alam lingkungan, maka perintah-perintah taqwa yang 54 itu mengggugahnya kembali untuk disegarkan dan diaktualkan. “Takutlah kamu kepada Allah” (ittaqullah) 54 kali diserukan kepada orang Islam, “takutlah kepada Tuhan yang telah menciptakan kamu” (ittaquu robbakum) 3 kali diserukan kepada seluruh manusia. “Takutlah kamu akan hari kematian” (ittaquu yauman…) dan “takutlah kamu kepada siksa neraka” (ittaquu ‘n-naar). Perintah takutlah kepada Allah (ittaqullah) sangat beralasan, karena terkait fitra kejadian dan kemungkinan melemahnya potensi taqwa itu sebelum sempat teraktualisasikan, atau diambil-alih oleh potensi kedurhakaan. Karena beralasan, maka Allah menurunkan ungkapan la’alla kum ttattaquun dan la’alla um yattaquun, yang masing-masing diulangi 6 kali dalam al Qur’an. Ungkapan pertama ditujukan kepada orang-orang yang berada dalam lingkaran keimanan agar lebih meningkatkan kualitas ketaqwaan dan ungkapan kedua ditujukan kepada setiap orang/ayyuhannaas agar menumbuhkan taqwa.

Definisi-definisi Taqwa
Diriwayatkan bahwa Kholifah Ali bin Abdi Manaf pernah mendifinisikan Taqwa sebagai berikut : at-taqwaa arba’atun : al-khoufu mina’l-jaliil, wa’l-‘amalu bit tanziil, wa ar-ridhaa bil qobiil, wa’l-isti’daadu liyaumi’-robiil. Taqwa itu terdiri dari empat : takut kepada Allah al-Jalil, beramal menurut Qur’an/Tanzil, ridho kepada rezeki yang sedikit, dan bersiap-siap menjalani hari keberangkatan/kematian. Definisi ini menjurus ke orangnya, bukan ke konsep taqwanya. Lagi pula empat kriterianya ini masih memerlukan penjelasan lebih lanjut ; apa dan bagaimana yang dimaksud dengan : takut kepada al-Jalil, beramal menurut tanzil, rela menerima rezeki yang sedikit, apa dan bagaimana siap-tidaknya menghadapi kematian. Kata-kata Ali bin Abdi Manaf ini lebih merupakan kata hikmah dari pada sebuah definisi. Tidak salah memang, tapi belum menyelesaikan soal substansialnya.
Beberapa Ulama merumuskan definisi lain, yaitu : at-taqwaa hiya ‘ibaratun ‘ani ‘m-titsaali awaamiri’l-Laahi wa’j-tinaabi nawaahiihi sirran wa ‘alaniyatun, bermakna :menjauhi larangan-laranganNya. Definisi ini menyangkut konsepsi taqwa, bukan menyangkut orangnya. Inilah pegangan banyak orang sekarang. Kalau ada satu-dua perintah dan satu-dua larangan yang lolos, apakah gagal sama sekali menjadi orang taqwa?. Berapa jumlah perintah Allah yang harus dikerjakan dan berapa larangan yang harus dijauhi itu?. Belum pernah ada penjelasan detail. Konsep taqwa diidealisir sehingga mengawang-awang dan akibatnya sulit direalisasikan masyarakat umum/awam.

Menuju Realisasi
AL-Qur’an menyodorkan definisi-uraian (rosam) dengan cara merinci ciri-ciri orang yang taqwa al-muttaqin), sebagai berikut:
1.Beriman kepada 6 rukun Iman
2.Menginfakkan harta dengan rela hati bagi keperluan keluarga, anak-anak yatim, orang miskin, ibnus sabil, orang yang sangat perlu bantuan dan hamba sahaya yang memperjuangkan kemerdekaan.
3. Mendirikan sholat
4. Menunaikan zakat-zakat
5. Menepati janji
6. Sabar dalam segala keadaan
7. Menafkahkan harta di waktu lapang maupun sulit
8. Memaafkan orang yang minta maaf
9. Mengendalikan diri dengan dzikir dan istighfar
10. Tidak larut dalam kesalahan dan dosa
11. Tidak menganiaya diri sendiri
12. Berjihad dan berperang di jalan Allah
13. Memegang kebenaran dan menyebarkannya
14. Menegakkan kebenaran
15. Takut akan azab Allah
16. Tidak berbuat kerusakan di muka bumi
17. Mengagungkan ajaran Islam umumnya dan syiar haji khususnya

Ciri-ciri ini dimiliki oleh rata-rata orang beriman. Hanya kualitasnya saja yang berbeda-beda, ada yang baru tipis saja dan ada yang tebal, hal mana menentukan tingkatan ketaqwaan.Jadi tingkat ketaqwaan tidak lagi ditentukan oleh kuantitas, melainkan oleh kualitas. Intropeksilah diri masing-masing dan yakinilah bahwa ketaqwaan dapat ditingkatkan kualitasnya.
Shiyamu Romadhan yang baru lalu merupakan training untuk mampu memeprtahankan kuantitas dan meningkatkan kualitas ketaqwaan 11 bulan kedepan. Shiyamu Romadhan bukanlah puncak ketaqwaan, melainkan latihan yang lengkap terkait dengan 20 ciri tersebut.

Lawan taqwa ialah Fujur. Ciri manusia fujur adalah :
1. Menolak agama Allah yang dibawa oleh para Rasul dan para Nabi
2. Mempertuhankan tuhan-tuhan palsu
3. Menghambakan diri kepada berhala-hala, berupa patung orang-orang yang soleh zaman dahulu
4. Dari waktu ke waktu hidup dan kehidupannya dibungkus kepalsuan dan tipu daya
5. Menyesatkan orang dari agama yang benar
6. Bila diajak untuk takut kepada Allah, ia menolak seraya membangga-banggakan dosa-dosa
7. Mengangkat pemimpin orang yang semakinkaya harta dan semakin kaya massa tapi semakin merugikan dirinya (pemimpin) dan merugikan orang lain (rakyat)
Agama Allah mengajarkan Tauhid Rububiyah, yaitu Tuhan sebagai Pencipta/al –Kholiq alam semesta dan Tauhid Uluhiyah dimana penyembahan/peribadatan hanya ditujukan kepada Sang Kholiq.

Hafid A. Ghani

10/21/2009

ARTI ISTIGHFAR

Kata istighfara-yastaghfiru- istighfar berarti menuntut atau meminta atau mohon ampunan (minta ampun). Kata Astaghfirullah artinya minta atau mohon ampunan dari Allah. Kata Allaahumma’ghfirlii berarti Ya Allah, ampuni aku.
Apa yang diminta ampun itu ?
Yang kita mintakan ampunan ialah hukuman atau azab atau siksaan, lain tidak. Kalau kita minta ampunan, berarti minta agar tidak dihukum, tidak diazab, tidak disiksa. Kalau kita minta ampunan Allah, berarti minta agar Allah tidak menurunkan hukuman, tidak menurunkan azab, tidak menyiksa.
Apa sebabnya orang dihukum, diazab atau disiksa oleh Allah ?
Sebabnya ialah karena orang bersangkutan melakukan pelanggaran terhadap hukum Allah atau terhadap ketentuan Allah. Tidak melaksanakan sesuatu yang diwajibkan Allah atau melakukan sesuatu yang diharamkan Allah, ini berarti melakukan pelanggaran lahir batin. Menolak atau menantang apa-apa yang telah ditetapkan Allah, itu semua berarti melakukan pelanggaran batin, pelanggaran dihati. Pelanggaran disebut juga jarimah atau maksiat. Setiap pelanggaran (jarimah/maksiat) pasti mengakibatkan atau mendatangkan hukuman atau siksa atau azab dari Allah. Azab tersebut diturunkan kepada si pelanggar dalam hidupnya di dunia sekarang ini, atau di alam kubur, atau di neraka akhirat nanti. Azab yang diturunkan di dunia sekarang ini atau di alam kubur disebut Azab Adna, sedangkan azab yang diberikan di neraka akhirat nanti disebut Azab Akbar.
"Dan sesungguhnya Kami pasti merasakan kepada mereka azab adna (azab (duniawi) sebelum azab akbar (azab neraka akhirat), agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. 32:21)

Kalau seseorang melakukan pelanggaran (jarimah/maksiat), berarti dia terancam azab adna (azab di dunia). Tiap-tiap pelanggaran pastilah mengakibatkan azab adna. Satu pelanggaran yang dilakukan di dunia ini, mengakibatkan satu azab adna. Sepuluh pelanggaran 10 azab adna. Banyak pelanggaran dilakukan, mengakibatkan banyak azab adna bagi yang bersangkutan di dunia ini. Agar tidak mendapat hukuman/siksa/azab di dunia ini, maka si pelaku pelanggaran itu perlu memohon ampunan Allah, perlu beristighfar untuk setiap pelanggaran yang terlanjur ia kerjakan, baik pelanggaran lahir batin maupun pelanggaran batin.

Kategori-kategori

Ada 6 (enam) kategori pelanggaran (jarimah/maksiat), sesuai dengan istilah yang disebut dalam al Qur’an, yaitu :
1. Pelanggaran terberat dan terbesar. Ini disebut khoti’ah/khothooyaa/khothi’at. Obyeknya ialah sikap terhadap Allah, seperti sikap meremehkan Allah, sikap tidak mau tahu terhadap hukum-hukum Allah, dan anggapan-anggapan bathil terhadap Allah.
2. Pelanggaran Berat dan Besar, ini disebut dzanbun/dzunuub. Obyeknya ialah perintah-perintah wajib dan larangan-larangan Allah yang haram. Contohnya menolak atau tidak mengerjakan perintah sholat lima waktu yang telah diwajibkan dan mengerjakan larangan Allah seperti menyekutukan Allah atau membunuh jiwa tanpa hak padahal telah diharamkan
3. Pelanggaran Besar. Ini disebut Suu’. Obyeknya ialah cara-cara dan ketentuan. Contohnya sholat tidak menghadap kiblat Masjidil Haram, padahal Allah telah menurunkan ketentuanNya dan telah menetapkan cara-cara sholat.
4. Pelanggaran Berat. Ini disebut itsmun/aatsaam. Obyeknya ialah hukum-hukum Allah yang terkait dengan hak milik manusia, seperti merampok harta orang, mencuri, berzina, menipu.
5. Pelanggaran kecil. Ini disebut lamam. Seperti berpelukan atau berciuman dengan wanita yang bukan istri syah.
6. Pelanggaran ringan. Ini disebut sayi’ah/sayyi’aat. Contohnya melihat aurat orang, menonton film porno.

Keenam kategori pelanggaran (jarimah/maksiat) ini diancam dengan azab adna di dunia per pelanggaran dan azab akbar di akhirat yang diberikan setelah melalui perhitungan akumulatif dan setelah diberi bobot di Alam Mahsyar. Azab Adna diturunkan per pelanggaran. Azab Akbar ditetapkan setelah pengadilan di dalam nereka ukhrawi.

Lingkup Dan Daya Laku Istighfar

Istighfar (mohon ampunan) diperlukan dan diperintahkan kepada mukmin manakala ia melakukan pelanggaran kategori nomor 1 hingga 4. Makanya lingkup dan berlakunya istighfar ialah untuk setiap khothi’ah/khothooyaa/khothi’at, untuk setiap dzanbun/dzunub, untuk setiap suu’ dan untuk setiap itsm. Ayat-ayat al Qur’an menyusunnya demikian:

Dan (Allah) Yang amat kuinginkan perkenan-Nya mengampuni (hukuman) khoti’ahku pada hari Diin. (Qs.26:82)

Sesungguhnya kami telah beriman kepada Tuhan kami, agar Dia mengampuni (hukuman) khothooya kami ….. (Qs.20:73)

Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni (hukuman) dzunub kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih. (Qs.46:31)

Dan tidak ada doa mereka selain ucapan: "Ya Tuhan kami, ampunilah (hukuman) dzunub kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan …….. (Qs.3:147)

Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan (suu’) dan menganiaya dirinya (sengaja berbuat salah), kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Mengampuni (hukuman) lagi Maha Penyayang. (Qs.4:110)

…. bahwasanya barang siapa di antara kamu berbuat kejahatan (suu’) lantaran kejahilan, kemudian ia bertobat setelah mengerjakan suu’ itu dan melakukan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs.6:54)

….. Maka barang siapa memakan(makanan yang telah diharamkan itu) karena terpaksa akibat kelaparan, bukan sengaja berbuat pelanggaran (itsm), sesungguhnya Allah Maha Mengampuni lagi Maha Meyayangi. (Qs.5:3)

Istighfar (mohon ampunan hukuman) tidak diperlukan dan tidak berlaku untuk pelanggaran kategori 5 dan 6. Dua ini tergolong pelanggaran kecil dan ringan. Maka Allah memerintahkan kepada setiap mukmin yang terlanjur melakukan harus memohon penghapusan siksanya (mohon kaffarah) atas siksaan akibat lamam dan sayi’at. Al Qur’an telah dengan pasti mengatakan demikian.

Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang mengajak beriman (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Tuhan-mu", maka kami pun beriman. Ya Tuhan kami ampunilah (hukuman) bagi kami atas dzunub kami dan hapuskanlah dari kami (hukuman) sayi’at kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti. (Qs.3:193)

Jika kamu menjauhi larangan-larangan besar, niscaya Kami hapus (hukuman-hukuman) karena sayi’at kamu……... (Qs.4:31)

Buku Malaikat Tidak Bisa Hapus
Istighfar (mohon ampunan) hanyalah berlaku untuk mohon ampunan hukuman duniawi. Baik permohonan ampunan maupun permohonan penghapusan, dua-duanya tidak bisa menghapus catatan amal baik dan buruk yang ada dalam Buku Catatan Amal yang ditulis oleh malaikat-malaikat pencatat (Kiroman-Katibin dan Roqib-Atid). Buku catatan malaikat-malaikat itu memang tidak bisa dihapuskan isinya, sebab Buku Catatan itu kelak diberikan kepada setiap orang ketika sudah berada di Alam Mahsyar. Isi buku itu akan dihisab, dihitung dan dijumlahkan seluruhnya.Kemudian dibersihkan, lalu diberikan nilai dan bobot. Al Qur’an dengan tegas mengatakan :

Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan perbuatannya pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. (Qs.17:13)

Ingatlah suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil setiap orang dengan pemimpinnya; dan barang siapa yang diberikan bukunya di tangan kanannya maka mereka ini akan membaca sendiri Buku-nya itu, dan mereka tidak akan dianiaya sedikit pun. (Qs.17:71)


Nabhan Husein (Buletin Tafsir Edisi 4/I/24-07-09

MALAIKAT ( 20 NAMA & 21 KELOMPOK)

Jibril, Mikail, Isrofil, Izroil Munkar Nakir, Roqib, Atid, Malik dan Ridwan adalah nama-nama malaikat yang wajib diketahui dan dipercayai oleh setiap muslim, karena rukun Iman kedua ialah percaya kepada malaikat-malaikat. Buku-buku keislaman yang berbahasa Indonesia baik berupa buku pel;ajaran disekolah/madrasah maupun buku-buku bacaan umum, semuanya menulis nama 10 (sepuluh) malaikat tersebut.
Sejak awal masuknya Islam hingga saat ini 10 nama malaikat itulah yang diajarkan kepada kaum muslimin di berbagai forum, seperti di sekolah, di masjid, di pesantren, di majelis taklim dan lain sebagainya. Ke depan mungkin tidak akan ada perkembangan dan kemajuan, sebab para Ulama, para Kyai, para Ustadz/Ustadzah kelihatannya menganggap hal itu adalah cukup, bahkan sudah sempurna dan final, tidak perlu atau tidak mungkin disempurnakan lagi. Departemen Agama Republik Indonesia (Depag), semua Majelis Ulama (MUI) dari pusat hingga Kecamatan, ormas-ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Islam (PERSIS), Al Irsyad, Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Pelajar Islam Indoneisa (PII) kelihatannya bersikap dan berfikir yang sama. Gerakan-gerakan pembaharuan islam, mulai dari NU dan Muhammadiyah hingga liberalisme Nurcholis dan pelanjut pelanjutnya, tidaklah menyentuh masalah ini. Mundur jauh kebelakang, dimasa kerajaan-kerajaaan Islam di Nusantara pun tidak mendapat perhatian. Tidak ditemukan dokumen sejarah yang menunjukkan kerajaan-kerajaaan Islam dulu telah mengupas tuntas dan mengajarkan selengkapnya masalah malaikat. Begitu juga para wali (Wali Songo). Semua berpegang pada jargon : malaikat itu tidak terhitung banyaknya, maka cukuplah mengetahui dan mengimani 10 saja.
Apa dasar penetapan 10 nama itu ?
Siapa yang pertama mengajarkannya di negeri ini ?

Telusuran

Nama Jibril disebut tiga kali dalam al Quran, nama Mikail disebut satu kali, nama Roqib, Atid dan Malik masing-masing disebut satu kali. Jadi 5 (lima) nama itu bersumber dari al Qur’an langsung dalam bahasa yang eksplisit (nash shoriih). Lima lainnya, yakni Isrofil, Izroil, Munkar, Nakir dan Ridwan tidak tersebut dalam al Qur’an. Yang disebut ialah peniup Sangkakala (nafkhoh) yang dijelaskan hadits sebagai Isrofil, malaikat maut (malaku’l maut) yang dijelaskan hadits sebagai Izroil dan penjaga sur-surga (khozanatu’l jannah) yang selama ini disebut para ulama sebagai Ridwan, Munkar dan Nakir hanya disebut dalam kitab kitab. Hadits hanya menyebut malakain / dua malaikat dan inilah yang ditafsirkan sebagai Munkar dan Nakir.
Nama-nama malaikat selain 10 ini yang justru disebut al qur’an secara eksplisit ialah : Zabaniyah, Kiroman, Katibin, Hafazhah, Safaroh, Sa’iq dan Syahid. Berdasarkan hadits-hadits, maka kitab-kitab tafsir menyebutnya sebagai nama malaikat. Al Qur’an juga menyebut nama Harut dan Marut. Meski diperselisihkan apakah ini nama malaikat atau nama raja di negeri Babil dulu, tapi yang terang Qur’an menyebutnya dengan ungkapan malakain (dua malaikat). Jika diambil keterangan dalam hadits riwayat at-Thabrani, maka harus dimasukkan nama malaikat Ribail. Jadi nama mereka 20 mustinya, jika sepuluh (10) yang dipercayai selama ini ditambah 10 (sepuluh). Rujuki al Qur’an surat 96 ayat 18, srt 82 : 11, 6 :61, 80 :15, 50:21, 2:102.
Maka susunannya sbb:
1. Jibril
2. Mikail
3. Isrofil
4. Izroil
5. Ribail
6. Munkar
7. Nakir
8. Kiroman
9. Katibin
10. Roqib
11. Atid
12. Malik
13. Ridwan
14. Zabaniyah
15. Hafazhah
16. Safaroh
17. Sa’iq
18. Syahid
19. Harut
20. Marut

Apakah umat Islam menolak isi ayat-ayat tersebut ?
Jika menolak, berarti kafir juhud namanya (Qs.31:32)
Jika menolak, berarti kafir aniid namanya (QS.71:16)
Apakah ulama-ulama sengaja menyembunyikan isi ayat-ayat tersebut, sehingga tidak mau dan tidak kunjung memperbaiki isi buku-buku bacaan kita yang berkenaan dengan malaikat ?
Jika sengaja menyembunyikan, berarti laknat Allah atas mereka yang sengaja menyembunyikan. “ Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan yang jelas dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada umat manusia dalam kitab (al Qur’qn), mereka itu dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh makhluk yang dapat melaknat (malaikat dan manusia). (QS.2:159).
Selanjutnya al Qur’an menyebut secara eksplisit kelompok-kelompok malaikat. Dalam kitab-kitab Tafsir, dari yang tertua hingga yang mutakhir, para mufassir menyepakati kelompok-kelompok dimaksud, kecuali tiga kelompok, yakni Mursalat, Aashifat dan Naasyirat. Sebagian mufassir mengatakankan yang tiga ini merupakan kelompok, tapi sebagian lain mengatakan nama-nama angin. Kelompok-kelompok itu disebut dengan kalimat jamak mu’annats salim (jama’ perempuan).
Rinciannya sebagai berikut:

1. Kelompok Faariqot (Qs.77:4)
2. Kelompok Mulqiyat (QS.77:5)
3. Kelompok Naaziat (Qs.79:1)
4. Kelompok Naasyithot (Qs.79:2)
5. Kelompok Saabihat (Qs.79:3)
6. Kelompok Saabiqot (Qs.79:4)
7. Kelompok Mudabbirat (Qs.79:5)
8. Kelompok Muaqqibat (QS.13:11)
9. Kelompok Muqqosimat (Qs.51:4)
10. Kelompok Shooffat (Qs. 37:1)
11. Kelompok Zaajirat (Qs.37:2)
12. Kelompok Taaliyat (Qs.37:3)
13. Kelompok Hamalatu’l Arsyi (QS.40:7)
14. Kelompok Hamalatu’l Arsyi Delapan (QS.69:17)
15. Kelompok Penjaga surga-2 ukhrawi (Qs.39:73)
16. Kelompok Penjaga neraka-2 ukhrawi (Qs.39:71)
17. Kelompok Malaikat Alam Mahsyar (Hadits-2 Nabi)
18. Kelompok Mursalat (Qs.77:1)
19. Kelompok Aashifat (QS.77:2)
20. Kelompok Naasyirat (Qs.77:3)
21. Kelompok Karubiyun (Hadits Nabi)

Inilah hasil penelitian ayat-ayat dan hadits-hadits. Ternyata tidak hanya 10 nama melainkan 20. Tidak hanya ada nama-nama, melainkan juga kelompok-kelompok. Maka pelajaran keimanan, khususnya tentang Malaikat, wajib disempurnakan sejauh yang ditunjukkan al Qur’an dan hadits Nabi. Jika tidak, berarti menyembunyikan ajaran Islam, mengingkari al Qur’an dan membiarkan umat terus berada dalam keimanan dan pengetahuan yang dangkal.

Pertanyaan kita diatas, siapa yang pertama mengajarkan 10 malaikat saja itu ?
Belum dapat dipastikan orangnya dan zamannya. Tetapi ada data yang relevan, yaitu dalam Maqalah aqidah Awam (syair) yang dicetak sebagai bagian dari Maulid al Barzanji. Makalah itu ditulis olah Ahmad al Marzuqi, Naazhimu Tilka Ahmadu ‘l-marzuuqi, man yantamii lis ‘shoodiqi ‘l-mashduuqi, jelasnya. Barzanjinya sendiri ditulis oleh Ja’far bin Husen bin Abdul Karim (1690-1766 M). Entah kapan Ahmad al Marzuqi itu menulis makalah akidah awamnya. Ia bersyair : wal malakul ladzii bilaa abin wa umm, laa akla laa syurba wa laa nauma lahum. Tafshiilu ‘asyrin minhumu Jibriilu, Mikaalu israafiilu ‘Izroiilu, Munkar Nakiirun wa Roqiibun wa kadzaa, ‘Atiidu Maalikun wa Ridhwaanu ‘h-tadzaa. Kata ‘asryin’ dalam syair ini jelas berarti 10 (sepuluh) malaikat. Kumpulan makalah puisi dan prosa Barzanji diterbitkan Pustaka Dahlan Indonesia. Bagian tulisan Barzanji sudah ada sejak 243 tahun silam. Nawawi al Bantani (1813-1897) mensyarahkannya 128 tahun silam, dalam Madaariju ‘s-su’ud. Maka boleh diduga ajaran tentang 10 malaikat sudah ada sejak dimasukkannya makalah itu dalam buku Maulid Barzanji. Tinggal dicari kapan buku (kumpulan) Maulid Barzanji itu diterbitkan Pustaka Dahlan
Sayid Sabiq, Mahmud Syarqowi dan ulama-ulama dan ulama-ulama Arab lainnya tidak membatasi 10 malaikat wajib diketahui dan diimani dan tidak pula membuat rincian lain. Jadi beriman kepada 10 malaikat saja itu khas Indonesia yang disebarkan lewat kitab Maulid Barzanji.

Penutup
Mumpung belum begitu lama umat mengimani 10 malaikat saja, perlu kiranya para Ulama dan Depag RI melakukan penyempurnaan demi amanat agama dan amanat ilmiah, demi kemajuan umat dan kesempurnaan iman. Tidak layak kita jumud dan hanya menganut akidah awam, dan murid SD, mahasiswa, dan umat Islam umumnya. Tidak benar jika kita terus menenyampingkan ayat-ayat al Qur’an.

H.M. Nabhan Husein

ISRA' DAN MI'RAJ (Mengunjungi surga Dunia)

Kata asraa-yusrii-israa’berarti melakukan perjalanan pada malam hari, baik dengan jalan kaki maupun berkendaran. Dalam kajian ini israaa’ ialah perjalanan malam hari Nabi Muhammad Saw dari al- masjidi’ l-Haram Mekah ke al-masjidi 'l-Aqsha Palestina. Selama hidupnya, nabi tidak pernah musafir dari Mekah atau dari Madinah ke kota di mana tempat terdapat Mesjid al-Aqsha, yaitu kota Daru’s-Salam( Jerusalem ) Palestina. Hanya sekali beliau Ke al- Aqsha, sewaktu Isro’ itu saja.
Kata ‘aroja-ya’ruju-‘uruuj/ma’roj berarti naik pakai tangga, bentuk jamaknya ialah ma’aarij. Mi’raj juga berarti tempat yang hendak di capai waktu naik. Definisi mi’raj dalam kajian ini ialah kenaikan Nabi Muhammmad Saw dari al-Masjidil’al-Aqsho, Daru’s-salam, Palestina ke Sidratu’l-Muntaha.
Isra' dan mi’raj terjadi dalm satu malam, dimana Nabi berangkat al Masjidi ‘l-Haram di awal malam dan sudah kembali berada di Mekah di waktu fajar, akhir malam itu juga. Segalanya telah terjadi, tapi tak mudah di mengerti dengan akal pikiran, dan juga tidak dapat di mustahilkan. Begitu luar-biasanya peristiwa Isra' Mi’raj itu bagi umat manusia sebumi ini.

Dalil Isra
Peristiwa Isra’ di jelaskan Allah pada ayat al-Isra/ Bani Israil. ini satu satunnya ayat yang tegas menyatakan adanya peristiwa Isra’.
Maha sucilah Tuhan Allah yang telah memperjalankan seorang hambaNya (Muhammad) pada suatu malam dari al-masjidi 'l-Haram ke al-masjidi ’l-Aqsha yang telah kami berkati sekelilingnya, untuk kami perlihatkan kepadanya ( Muhammad) salah satu dari tanda-tanda ke mahaan Kami. Sesungguhnya Dia ( Allah) maha mendengar lagi maha melihat. (terj Q.S. 17:1)
Meski dalil Isra’ hanya satu ayat, tapi setiap muslim wajib mengetahui dan mengimaninya, (yajibu ‘i-ilmu wa’i-iimaanu). Para ulam bersepakat/berijma’mengatakan demikian, karena ayat itu menyebutnya dengan jelas-tegas memakai kata isra’( asraa-ysrii-israa’) kalau tidak percaya terhadap ayat dan isinya. Itu tentu dosa besar.
Yang meng Israkan yaitu Allah. Yang di isra’kan ialah hamba Allah, Muhammad . Waktu peng Isra’-an ialah malam hari waktu Mekah-Palestina( waktu Timur Tengah) . Lokasi pengisra'-an ialah dari Masjidi’i-Haram Mekah Ke ‘l Aqsho Palestina. Maksud pengisra’-an ialah satu saja, yaitu untuk memperlihatkan Kepada Muhammad salah satu tandaKeagungan Allah Yang Maha Mendengar Lagi Maha Melihat. Inilah segi-sei yang wajib di ketahui dan di imani.
Ada banyak hadits berkenaan denga Isra'. Sebagiannya shohih, sebagian dhoif, dan ada juga yang buatan/maudhu. Secara garis besar, isi hadits-hadits di maksud sama dengan isi ayat di atas. Namun hadits-hadits menunjuk tambahan-tambahan, seperti adanya kendaraan Buraq, dan kesertaan Malikat Jibril mendampingi dan membimbing Nabi.

Dalil Mi’raj.
Dalil adanya mi’raj terdapat dla al-Qur’an, surat an-Najmi ayat 13-18.
Dan sesungguhnya Dia( Muhammad) telah melihat Jibril pada waktu yang lain, di Sidratul Muntaha di sana ada surga al-ma’wa ( Dia melihat Jibril itu) ketika Sidratul Muntaha diliputi sesuatu yang meliputinya Pandanganya (Muhammad) tidak melenceng dari yang dilihatnya itu, dan tidak pula melampauinya. Sesungguhnya dia( Muhammad) benar-benar telah melihat satu dari tanda tanda terbesar ke Agungan Tuhannya.
Ayat-ayat ini tidak secara tegas menyebut mi'raj, melainkan mengisyaratkan saja. Isinya ialah Nabi melihat Jibril di Sidratu ‘l-Muntaha, adanya Sidratu ‘l- Muntaha, adanya syurga al-ma’wa di sidratu ‘l-Muntaha, nabi melihat persis keadaan Sidratu ‘l- Muntaha, dan Sidratu ‘l- Muntaha itulah yang di maksud sebagai salah satu tanda keagungan Allah yang hendak di perlihatkan kepada Muhammad. Li nuriyahuu min aayaatinaa pada ayat isra’ klop dengan laqod ro’aa min aayaatihi robbihi’l-kubroo, pada ayat mi’raj.
Hadits-hadits mengenai mi’raj klop dengan ayat-ayat mi’raj, tapi menambahkan beberapa rincian, antar lain cahaya-cahaya yang meliputi Sidratu’i-Muntaha, wujud yang jelas dari Sidratu’l-Muntaha, melihat para penghuni syurga al-Ma’wa di Sidaratu ‘l- Muntaha. Subhaanallah! Luar Biasa.
Peristiwa Isra’-Mi’raj memang satu-satunya. Hanya satu kali saja terjadi dan di alami satu-satunya hamba Allah, yaitu Muhammad. Bohong bila ada orang tasowuf/sufi mengaku mengalami Isra’-Mi’raj, begitu juga orang-orang yang di anggap wali. Jangankan manusia biasa, nabi-nabi sebelum Muhammadpun tidak ada yang di isra'-mi’rajkan Allah. Hanya Muhammad.

Surga Al-ma’wa
Surga yang di jelaskan Al-Qur’an ternyata terdiri dari 3 ( tiga) macam. Pertama, surga-surga Ukhrowi, yaitu jannaatul firdaus ( Q.s.18:107), jannaatun na’iim ( Q.s.31:8), jannaatu ‘adnin (Q.s. 18:31), jannatul ma’wa( Q.s.32: 19) kedua Surga Duniawi, jannatu’l-Ma’wa, di Sidratul Muntaha. Ketiga surga Adam dan Hawa, yang tidak disebut namanya.
Surga-surga Ukhrowi akan menjadi tempat hidup sempurna bahagia, bagi orang-orang yang telah memenuhi syarat-syarat, dan di putuskan Allah untuk masuk surga. Masuk surga ukhrowi itu nanti, masih lama sekali, harus melewati fase kiamat, fase mahsyar, fase perhitungan amal baik-buruk, fase penimbangan bobot amal, dan fase penetapan keputusan Allah. Surga Duniawi, satu saja namanya al-Ma’wa, tempatnya di Sidratul Muntaha, itu merupakan tempat tinggalnya ruh para Rasul dan Nabi, para syuhada dan awliya, sejak mati hngga datang kiamat. Bagi orang yang belum mencukupi syarat untuk di tempatkan di al-Ma’wa Sidratul Muntaha, tapi beriman dan beramal soleh, ruhnya akan di tempatkan di salah satu langit tujuh lapis. Ruh orang yang mendustakan dan sombong terhadap ayat-ayat Allah akan di tempatkan di bawah langit pertama, yakni di kawasan langit Dunia dan langit Hujan. Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami dan menyombongkan diri terhadapnya, ( bila dia mati)sekali-kali tidak akandi bukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak akan memasuki surga ( duniawi) hingga onta masuk kelubang jarum. Demikianlah kami memberikan balasan kepada orang-orang yang melanggar hukum-hukum Allah ( Q.S.7:40)
Banyak hadits menjelaskan, ruh orang yang sudah di cabut malaikat maut itu di bawa kelangit dan berhenti dilangit tertentu. Kalau dia orang beriman dan soleh. Maka setelah pertanyaan kubur dia dinaikan ke langit yang di kunjunginya tadi. Kalau dia orang kafir atau munafik atau musyrik, maka ruhnya tidak di terima di salah satu langit, ia akan tersiksa di wilayah bawah langit 7. Di wilayah tempat keberadaan bintang-bintang/ galaksi-galaksi, atau bahkan mungkin di perut bumi ini.

Penutup

Banyak segi yang dapat menjadi topik kajian dari peristwa Isra’ dan Mi’raj yang utama berkenaan dengan Kosmologi ( ilmu alam semesta) hingga Sidratul Muntaha, berkenaan dengan syurga duniawi al-Ma’wa Sidratul Muntaha, dan berkenaan dengan tempat tinggal ruh-ruh manusia sejak ia mati hingga datng kiamat. Dalam peristiwa Mi’raj. Sidratul Muntaha lah yang merupakan tanda terbesar keagungan Tuhan yang hendak diperlihatkan kepada Nabi. Surga Al-Ma’wa-lah yang hendak di perlihatkannya itu.
Dengan demikian nabi Muhammad telah di perjalankan Allah di sedemikian jauh perjalanan, dari muka bumi Mekah hingga Sidratul Muntaha, dan telah di izinkan untuk melihat langsung surga dunia ,al- Ma’wa, dimana ruh-ruh orang beriman dan bertaqwa akan di tempatkan setelah wafat. Ruh-ruh yang baik itu akan tinggal di alam langit itu selama menunggu Kiamat.

Hafid A. Ghani
(Buletin Tafsir edisi 3/I/19-06-09)

10/17/2009

MASALAH KETUHANAN DI INDONESIA

Ada banyak Tuhan yang dipercayai dan di agungkan orang di negeri ini. Beberapa Tuhan di Antaranya di percayai berdasarkan pemikiran spekulatif. Beberapa Tuhan Yang lainnya dipercayai berdasrkan ajaran agama-agama yang di akui oleh Negara, Yaitu Islam, Kristen, Hindu , Budha.
Pandangan pandangan Ketuhanan berdasarkan pemikiran Spekulatif pastilah menampilkan banyak Tuhan, sebanyak orang orang yang berspekulasi itu.Tuhan Menurut si A si B si C dan seterusnya sehingga berjuta Tuhan. Hal ini dianggap sah- sah saja menurut hak asasi manusia. Tuhan Menurut Konsepsi orang orang itu tidak lah sah di persoalkan atau di pertanyakan oleh orang-orang yang tidak sepaham. itulah Individualisme liberalistik.
Faham-faham Ketuhanan berdasar ajaran ajaran agama-agama juga menampilkan banyak Tuhan, antara lain tuhan Allah, Tuhan Yesus, Tuhan sang Yangwidi, dan lain sebagainya. Inilah Tuhan-Tuhan Kolektif yang di percayai bersama oleh jutaan penganutnya atas dasar ajaran kitab suci masing-masing inilah kolektivisme skrepturalistik.
Dialog atau pengkritisan lintas agama dilarang, karena dianggap intervensi yang boleh jadi bersifat serangan atau merendahkan agama bersangkutan sehingga melanggar larangan SARA.
Dialog terarah di internalpun tidak ada, seolah olah segalanya sudah beres, sudah betul, sudah bagus. orang -orang Liberallah yang rajin mengisi kesunyian itu, dan tidak jarang mereka menyerang agama atas dalih HAM, dalih filsafat, dalih tasowuf, dan dalih ilmiah.
Kalangan politisi acap menyebut-nyebut pelaksanaan syari'at Islam, tapi jarang sekali yang serius memperhatikan soal aqidah, seolah-olah islam itu syariat semata tanpa aqidah.
Maka faham ketuhanan relatif beku ( jumud)dan dibiarkan cenderung jumud di kalangan ummat-umat beragama. umat Islam, misalnya, merasa cukuplah mempercayai Tuhan yang bersifat 20 sifat wajib ( wujud, qidam, baqa dst), 20 sifat mustahil ( ' adam,huduts, fana' dst) dan 1 sifat jaiz dari masa Abu Hasan Asy'ari ( 260-324 H) dulu hingga sekarang begitulah aqidah sebagian umat islam, sebagian besar muslim indonesia, tak terkecuali tokoh-tokoh perjuangan dan politik muslim yang terlibat mendirikan negara ini tahun 1945.

PANDANGAN NEGARA RI

Undang-undang Dasar 1945 dirumuskan dan disahkan 64 tahun silam (18 Agustus 1945)sebagaitindak lanjut proklamasi kemerdekaan dikumandangkan pada hari jumat tanggal 17 Agustus 1945 bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan. Acara proklamasi itu terdiri dari: 1. Pembacaan Piagam Jakarta selengkapnya sebagai final konsep panitia kecil sembilan yang akan dijadikan pembukaan undang-undang Dasar 1945 oleh DR. Moewardi. 2. Sambutan ketua panitia Soewirjo 3. Pembacaan Teks Proklamasi oleh Ir. Soekarno, setelah mengawalinya dengan pidato singkat dan kemudian ditutupnya dengan kata-kata penutup (lihat, Ridwan Saidi, STATUS PIAGAM JAKARTA, tinjauan hukum dan sejarah, penerbit MaHMIlub, Jakarta, 2007, hal. 22)
berkenaan dengan masalah ketuhanan dan agama, undang-undang dasar 1945 itu mengandung butir-butir sangat mendasar.
Dalam pembukaan:
Alenia ketiga pembukaan UUD 1945 menyatkan " Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh keingina luhur, supaya berkehidupan berkebangsaan yang bebas, maka rakyat indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya"
artinya, keinginan luhur rakyak indonesia untuk merdeka berhasil; di wujudkan, bukannya semata-mata atas usaha keras yang terorganisir dalam rangkaian perjuangan yang panjang, melainkan diakui pula bahwa hal itu terwujud atas rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Rakyat Indonesia Mengakui Tuhan Allah Yang bersifat Maha Kuasa, Rakyat Indonesia Bertuhankan Allah Yang Maha Kuasa.
Alenia Keempat Menyatakan " Maka disusunlah kemerdekaan bangsa Indonesia Itu dalam Suatu Undang-undang dasar Negara Indonesia Yang Berkedaulatan rakyat dengan Berdasarkan Kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang di pimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh raknya indonesia".
Artinya susunan kemerdekaan itu Berwujud UUD, dan UUD itu berdasarkan Pancasila yang sila pertamanya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa . dasar dari pada Undang Undang dasar 1945 ialah ketuhanan yang maha Esa dan keempat Sila Berikutnya. Pancasila sisitu dinyatkan sebagai dasar UUD, bukan Dasar Negara.
Dalam Batang Tubuh.
pada BAB XI, Tentang Agamam, Pasal 29 ayat ( 1) termaktub " Negara bersarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa" Pasal 28 E ayat (1)" menyatakan " setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya......." pasal 9 ayat 1 tentang sumpah presiden termaktub" Demi Allah saya bersumpah...."
Nah Kutipan-kutipan UUD 1945 di atas menunjukan konsepsi dasar ketuhan yang di anut oleh rakyat indonesia dan oleh Negara Republik Indonesia , nama dan Hakekat ( esensi ) Tuhan di maksud ialah Allah, sifatnya MAHA KUASA ini di pertegas oleh bunyi kalimat sumpah Presiden saya bersumpah dst...."
Apakah Ketuhanan Yang Maha Esa dasar Negara Menurut aya 1 itu berarti Ketuhanan Allah dan Ke Maha Esaan Allah? Kalau Ya. Berarti Tuhan orang Indonesia ini ialah Allah yang Maha Kuasa dan Maha Esa . ini berarti Negara telah mndefinisikan Tuhan secara tegas dan menganut aqidah Tauhid. kalau tidak Berarti 2 tuhan dalam Negara ini pertama Allah Yang Maha Kuasa, Kedua Tuhan Yng Maha Esa, Ini Berarti pula Negara Menganut Paham Tuhan ( dualisme ) alias Musyrik.
apa isi konsepsi atau tafsir dari maha Kuas? apa itu Maha Esa?
Setahu Penulis, dari tahun 1945 hingga sekarang Negara RI belum pernah membuat penjelasan resmi, apakah Allah yang Maha Kuasa itu islsh Tuhasn Yan Yang Maha Esa,ataukah bukan, tidak satu,alias musyrik, dan belum pernah ad apejelasan resmi isi konsep keMaha-Esaan; apa arti maja, apa arti kata kuasa, apa arti Esa.
penulis Buku Pantjasila,Asmara Hadi(H.R) terbit tahun 1951, berkata" dalam pada itujang resmi, jang diakui umum tentanng pantjasila itu belum ada , sehingga tidakmengherankan bila ada bebrapa tafsiran yang saling bertentangan
" dimasa Penguasa Orde Baru ada P4. tapi disitu dikatakan bahwa P4 buakan Tafsiaran Pancasila.
Para Anggota MPR dan DPR periode 2004-2009 pun tidak menggas apalagi meresmikan tasir pancasila. Jangan pula membuat penjelasan arti kata Maha Kuasa dan Maha Esa.
Ketiadaan Penjelasan resmi Berarti mengambangkan persoalan dasar, dan menciptakan kondisi yang kondusif bagi paham dan kaum liberal. dalam keadaan mengambang ini konsepsi ketuhanan menurut agama-agama pun tidak berkembang lebih maju dan lebih tinggi untuk mampu membimbing pemikiran dan budaya umatnya masing-masing,Bahkan mengalami kebekuan internal, serta pendangkalan akibat tumbuh-kembangnya paham lIberal.
Apakah Negara Ini dan rakyatnya menyetujui untuk ber- Liberal-liberalan?apakah umat Islam akan tetap berjumud diri?apakah Umat islam tidak mau merujuk dan menginsafi bahwa pandangan ketuhanan yang di ajarkan lewat surat pertama di wahyukan ( Iqro') bertitik tolak dari Allah sebagai Al Kholiq, Al-Akrom, dan Al-'alam?
H.MUhammad Nabhan Husein.

IMAM MAHDI ITU HAYALAN

Mempercayai Imam Mahdi berarti percaya kepada tokoh fiktif atau khayalan yang di buat-buat. Imam Mahdi dilukiskan sebagai seorang pemimpin masa depan yang hebat sekali dan akan muncul di akhir zaman. Dalam waktu tujuh tahun saja seluruh masyarakat dunia akan hidup makmur dan adil. semua kecurangan dan ketidak adilan akan di lenyapkan. Nanti Imam Mahdi akan di bantu oleh Nabi Isa, dan di bela oleh malaikat. Ia akan lahir dari kalangan keturunan Nabi Muhammad. Demikianlah inti kepercayaan tentang Imam Mahdi yang terus di percayai umat islam hingga sekarang, meski tanpa dalil yang sah.
Ya, itulah kepercayaan sesat dan menyesatkan, merusak aqidah Islam dan melemahkan semangat dan pemikiran umat. Itulah kebodohan yang terjadi dan berlangsung lebih seribu tahun, dan dibiarkan begitu saja oleh Ulama-ulama.
Tulisan ini hendak membasmi kepercayaan bathil tersebut. dan hendak membuktikan kebathilannya.
pertama : tidak se-ayat pun dalam Al Qur'an menyebut imam Mahdi, dalam ayat-ayat rukun iman tidak disebut Imam Mahdi.
Yang wajib di imani Adalah: Allah, Malaikat, Kitab-kitab suci,Rosul-rasul, Akhirat, dan Qodar baik dan buruk.
Kedua,dalam kitab-kitab hadits shohih, yaitu kitab shohih Bukhori dan Muslim, tidak terdapat hadits yang menyebutkan Imam Mahdi.
Ketiga, Ajaran mengenai keberadaan Imam Mahdi hanyalah karangan berbau khayalan belaka. Dasar-dasarnya hanyalah riwayat-riwayat yang tidak dapat di pertanggung jawabkan secara ilmiah menurut disiplin ilmu hadits. meski puluhan jumlahnya, tapi tak satupun riwayat-riwayat tentang Imam Mahdi itu sah dijadikan dalil, karena bermasalah.
keempat, kepercayaan tentang Imam Mahsdi ( Mahdawiyah ) adalah tiruan dari kepercayaan Mesianisme Romawi zaman Herodes dan Arkhelaus, diselusupkan kedalam pemikiran dan aqidah Islam melalui Syi'ah Imamiah 7 dan Syi'ah imamiyah 12.
Kelima, kepercayaan tentang imam Mahdi ghoib yang akan turun ke bumi kelak diakhir zaman sengaja dipelihara oleh musuh-musuh Islam, dan sengaja dipertahankan melalui ulama-ulam a Su;u yang sudi menjual agama dan mengemban misi untuk merusak agama dan aqidah Islam.
keenam, kepercayaan tentang Imam Mahdi telah disalah gunakan sebagai alat pembenaran ( Justification) oleh orang-orang ambisius tertentu untuk menokohkan dirinya sebagai pemimpin ummat islam dengan mendakwahkan ajaran-ajaran bathil di tengah umat yang awam.
RIWAYAT-RIWAYAT BERMASALAH
Manakala kepercayaanh tentang Imam Mahdi itu tidak punya daar dan dalil yang sah, dan hanya didasarkan pada riwayat riwayat yang tidak shohih, maka itu adalah sebuah kepercayaan bid'ah di bidang aqidah.
Kenapa?
pertama,riwayat- riwayatnya lemah dho'if di tinjau dari segi ilmu hadits riwayah dan dirayah, baik karena sanadnya tidak klop maupun sanad-sanadnya bercacat pada akhlak pribadinya, alias berasalah menurut agama.
Nama-nama mereka yang bercacat itu: Ziyad bin Bayan, Yasin Al-ajali, Yazid bin Abu Ziyad, Imran Al- Qhothan, Muhammad bin Walid Al- Muqri. Selain itu terdapat pula riwayat-riwayat yang meng ada-ada dan tidak terbukti berasal dari Nabi, melainkan hanya berasal dari generasi tabi'in atau pendapat salah seorang sahabat saja, sehingga tidak sah dinamakan hadits.
Kedua, ada beberapa penyandang gelar kesarjanaan mengatakan bahwa banyaknya riwayat tentang Imam Mahdi itu saling memperkuat satu sama lain sehingga harus di percayai isinya.
Pikiran seperti ini tidak dapat dibenarkan, sebab sekumpulan riwayat-riwayat yang tidak shohih tidak akan bisa menjadi shohih. sekumpulan riwayat yang tidak shohih tetaplah tidak shohih adanya. Hadits-hadits dho'if haruslah di singkirkan dari dunia perdalilan, bukannya di pertahankan dan dicari-carikan jalan agar menjadi shohih.

Ketiga: isi hadits-hadist tentang Imam Mahdi itu kacau balau, tidak dapat dipegang, tidak dapat di jelaskan secara meyakinkan menurut Metologi yang sah, dan tidak dapat di kompromikan dengan isi ayat-ayat Al-Qur'an dan isi hadits-hadits shohih. Kalau Imam Mahdi itu akan muncul dari anak cucu Fatimah binti Muhammad, maka dari anaknya yang mana, cucu yang mana, cicit yang mana?.Anak-anak Fatimah dengan suaminya, Ali.r.a. adalah Hasa, Husen dan Ummu Kalsum. Ketiga orang ini beranak, bercucu, bercicit dan seterusnya. Maka yang mana, Generasi Keberapa?Para istri Ali yang di nikahinya setelah Fatimah wafat ada 6 orang yaitu : Khaulah binti Ja'far Al-Hanafiyah, Laila Binti Mas'ud Al-Hanzalah, Ummu Banin binti Harom Al- Kilabiyah, Ummu Habib binti Rabi'ah Al-Bakriyah, Umamah binti Abu Ash, dan Asma binti Umais. akan terlahir dari anak istri yang mana, dan generasi keberapa?, Hadits riwayat Daruqutni menyatakan Imam Mahdi akan lahir dari anak cucu paman Nabi, Abbas, Maka anak yang mana generasi keberapa?.
Kalau Imam Mahdi akan muncul dari anak orang Islam yang mana saja maka anak siapa?. kalau akan muncul dari Ahlul Bait, maka itu mustahil terjadi, sebab Ahlul Bait itu adalah istri-istri nabi dan tidak punya anak dari mereka. Nabi hanya punya anak yang hidup hingga dewasa dari istri tertuanya saja ,Khodijah yaitu: Zainab bersuamikan Abu Ash, Ibu Ummah Istri Ali.r.a; Ruqayah bersuamikan Ustman Bin Affan,tanpa anak; Ummu kalsum bersuamikan Ustman bin Affan, tanpa anak; Fatimah bersuamikan Ali dengan Hasan,Husen dan Ummu Kalsum sebagai anak kandungnya. Dari uraian ini nyatalah sudah bahwa kepercayaan tentang Imam Mahdi adalah dibuat-buat belaka.

MERUSAK AQIDAH

Imam Mahdi sering dikaitkan dengan soal kiamat, dikaitkan dengan Nabi Isa akan turun lagi dan dikaitkan dengan soal kepemimpinan.
Alqur'an telah dengan sempurna menerang kiamat( Qiyamah) jangan lagi dikacaukan oleh masalah Imam Mahdi yang justru tidak disinggung secuilpun dalam Al Qur'an dan Hadits shohih telah menyatakan bahwa Isa Al- Masih sudah turun dimasa Nabi Muhammad dan sudah wafat terlebih dahulu dari Nabi Muhammad SAW. Masalah Kepemimpinan Ummat pun telah lengkap dijelaskan dalam banyak ayat dan hadits shohih, tanpa di kaitkan dengan Imam Mahdi.
Maka harus ditegaskan bahwa melestarikan kepercayaan Imam Mahdi berarti mau merusak aqidah Islam yang benar, berarti kebodohan dan membodoh-bodohi ummat. Kepercayaan tentang Imam Mahdi sesat dan menyesatkan, karena berisi teka teki, jebakan, dan keraguan.

H.M.NABHAN HUSEIN.
(Buletin Tafsir edisi 1/24-04-09)